Rabu, 31 Desember 2014

koefisien distribusi


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pengetahuan tentang partisi penting untuk ahli farmasi, karena prinsip ini melibatkan beberapa bidang ilmu farmasetik. Termasuk disini pengawetan sistem minyak-air, kerja obat pada tempat yang tidak spesifik, absorpsi dan distribusi obat keseluruh tubuh.
Ahli farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejenis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbal balik zat pelarut dan zat terlarut.
Satu hal penting dari fenomena distribusi adalah sifat senyawa obat itu agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipoprotein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.
Koefisien partisi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembuatan obat. Khususnya untuk membuat obat dalam. Obat yang kita ciptakan harus tepat sasaran dan dengan mengetahui koefisien partisi dapat ditetapkan cara obat masuk kedalam liposom. Obat supaya mudah larut dalam lipid harus bersifat non polar atau lipofilik. Koefisien partisi tidak hanya perlu diperhatikan dalam pembuatan obat dalam. Dalam pembuatan obat luar yang sangat penting atau perlu diperhatikan.
Liberasi obat dari sediaan dipengaruhi oleh faktor kimia dan fisika. Faktor kimia yang paling berpengaruh adalah koefisien partisi.dalam pengembangan bahan obat menjadi bentuk obat koefisien partisi harus dipertimbangkan terlebih dahulu, dimana P hanya tergantung pada konsentrasi obat saja, dan apabila molekul-molekul obat berkecenderungan menyatu dalam larutan maka untuk obat dikatakan memiliki tingkat ionisasi yang sama/ seimbang.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorgnisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara mencampurkan dua zat yang tidak larut apabila dicampurkan yaitu minyak dan air serta penambahan zat yang akan diuji koefisien partisinya yaitu asam borat dan asam benzoat.

B.     Maksud praktikum
Mengetahui dan memahami cara menentukan koefisien partisi suatu zat didalam pelarut yang tidak saling bercampur.

C.    Tujuan praktikum
Adapun tujuan percobaan ini adalah Menentukan koefisien partisi asam borat dan asam benzoat dalam pelarut air dan minyak kelapa yang tidak saling bercampur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Dasar teori
Cukup diketahui bahwa zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut- pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform atau karbon tetraklorida dari pada air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan semacam itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung pada apakah satu kedalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air. Ternyata bila banyaknya iod diubah-ubah, angka banding konsentrasi-konsentrasi itu selalu konstan (Svehla,1979).
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur (Mirawati, 2011).
Jika kelebihan caran atau zat padat ditambahkan kedalam campuran dari dua cairan yang tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara kedua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan kedalam pelarut tidak bercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut tetap berdistribusi diantara kedua lapisan dengan perbandingan konsentasi tertentu.
Jika C1 dan C2 adalah konsentrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan pelarut 2, persamaan kesetimbangan menjadi
Tetapan kesetimbangan K dikenal sebagai perbandingan distribusi, koefisien distribusi atau koefisien partisi. Persamaan diatas dikenal dengan hukum distribusi, jelas hanya dapat dipakai dalam larutan encer dimana koefisien keaktifan dapat diabaikan (Martin,1990)
Secara kuantitatif  kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu, kelarutan dinyatakan dalam mililiter pelarut yang dapat melarutkan suatu gram zat, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika dan kimia zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat diabsorpsi setelah zat aktifnya larut dalam cairan tubuh sehingga salah satu usaha mempertinggi efek farmakologinya dari sediaan adalah dengan menaikkan kerutan zat aktifnya (Martin,1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi fenomena distribusi adalah pengaruh sifat kelarutan bahan obat terhadap distribusi menunjukkan antara lain bahwa senyawa yang larut baik dalam bentuk lemak terkonsentrasi banyak lemak sedangkan sebaliknya zat hidrofil hampir tidak diambil oleh jaringan lemak. Karena itu ditentukan terutama dalam ekstrasel (Ernest,1999).
Distribusi obat adalah proses suatu obat yang reversibel meninggalkan aliran darah dan masuk ke interstisium (cairan ekstrasel) dan atau ke sel-sel jaringan. Pengiriman obat dari plasma ke interstisium terutama tergantung pada alairan darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan, dan hidrofibisitas dari obat tersebut (Mary,1997)
Jika suatu obat memiliki berat molekul yang sangat besar atau terikat kuat pada protein plasma, obat tersebut terlalu besar untuk keluar melalui celah sempit endotel kapiler-kapiler dan dengan dengan demikian terperangkap didalam kompartemen plasma (vaskuler) sebagai akibatnya obat tersebut terdistribusi didalam suatu volume (plasma) yang kira-kira 6% dari berta badan atau pada seorang individu yang beranya 70% kira-kira 4L cairan tubuh (Mary,1997).
            Untuk memperoleh suatu respon biologis, molekul obat pertama-tama harus menyeberangi suatu membran biologis beraksi sebagai suatu pembatas lemak untuk kebanyakan obat-obat dan mengizinkan absorpsi zat-zat yang larut dalam lemak dapat mendifusi menyeberangi pembatasan hanya dengan kesulitan yang besar, jika tidak sama sekali. Hubungan antara konstanta disolusi, kelarutan dalam lemak, dan pH pada tempat absorpsi serta karakteristik absorbsi dari berbagai obat merupakan dasar dari teori pH-partisi. Penentuan derajat disosiasi atau harga pKa dari zat obat merupakan suatu karakteristik fisika-kimia yang relatif penting terhadap evaluasi dari efek-efek yang mungkin pada absorbsi dari berbagai tempat pemberian (Ansel,2005).


B.     Uraian bahan
·         Air Suling (Ditjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi          : AQUA DESTILLATA
Nama lain             : Air suling
Rumus struktur    : H-O-H
RM / BM  /BJ       : H2O / 18,02/1,00
Pemerian             : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau;
                                Tidak mempunyai rasa
Penyimpanan        : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan             : Sebagai pelarut
·         Asam borat (Ditjen Pom, 1979)
Nama resmi          : ACIDUM BORICUM
Nam lain               : asam borat
RM/BM/BJ          : H3BO3/61,83/ 1,435
Kerapatan             : 1,435 gr/ml
Pemerian              : hablur, serbuk hablur putih atau sisik
                               Mengkilap tidak berwarna; kasar; tidak
                               Berbau; rasa agak Asam dan pahit kemudian
                               Manis.
Kelarutan             : larut dalam 20 bagian air, dalam 3 bagian air
                               Mendidih, dalam 16 bagian etanol (95%) p
                               Dan dalam 5 bagian gliserol p.
Penyimpanan        : dalam wadah tertutup baik
Kegunaan             : sebagai sampel
·         Asam benzoat (Ditjen POM,1979:49)
Nama resmi          : ACIDUM BENZOICUM
RM/BM                :C7H6O2/122,12
Pemerian              : hablur, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan             : larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol 95%P, dalam 8 bagian eter P.
Penyimpanan       : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan            : sebagai sampel.
·         NaOH (Ditjen POM, 1979 : 589)
Nama resmi          :  NATRII HYDROXIDUM
Nama lain            : natrium hidroksida
RM/BM               : NaOH/40,00
Pemerian              : putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain, keras, rapuh.
Kelarutan             : mudah larut dalam air dan dalam etanol.
Penyimpanan       : dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan            : sebgai titran
·         Minyak kelapa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi          : OLEUM COCOS
Nama lain             : minyak kelapa
BJ                         : 0,845 sampai 0,905 g/ml
Pemerian             : cairan jernih; tidak berwarna atau kuning pucat; bau khas tidak         tengik.
Kelarutan            : larut dalam dua bagian etanol (95%) P pada suhu 600; sangat mudah larut dalam suhu lebur 230-260.
Penyimpanan       : dalam wadah tertutup baik; terlindungi dari cahaya ditempat sejuk.
Kegunaan            : zat tambahan.
·         Fenolftalein (Dirjen POM, 1979 : 662)
Nama resmi          : PHENOLPHTHALEINUM
Nama lain            : fenolftalein
Pemerian              : serbuk habur, putih atau putih kekuningan lemah, tidak berbau, stabil diudara.
Kelarutan             : praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanoil, agak sukar larut dalam eter.
Penyumpanan      : dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan            : sebagai indikator.







C.    Prosedur kerja (Mirawati, 2014)
Menentukan koefisien distribusi
1.      Timbang 100 mg asam borat, lalu dimasuka dalam erlemeyer 250 ml.
2.      Larutkan dengan aquadest, kemudian dicukupkan volume arutan hingga 100 ml dengan aquadest.
3.      Ambil 25 ml dari larutan tersebut, masukkan dalam corong pisah, dan tambahkan dengan 25 ml minyak kelapa.
4.      Kocok selama beberapa menit campuran di dalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
5.      Buka tutup corong pisah. Lalu pisahkan air dan minyak dengan menampung dalam erlenmeyer.
6.      Tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes kedalam erlenmeyer.
7.      Tirasi larutan dengan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator dan bening menjadi merah muda.
8.      Ambil 25 ml, larutan no.2 diatas, kemudian.
9.      Ulangi prosedur diatas untuk asam bezoate.
10.  Hitung koefisien partisi




BAB III
METODE KERJA
A.    Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah batang pengaduk, botol semprot, erlenmeyer , gelas ukur, gelas kimia, labu takar, pipet tetes, statif, buret, corong pisah, corong,  stopwatch, dan kalkulator.
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, asam borat, asam benzoat, aluminium foil, indikator fenolftalein, minyak kelapa, NaOH.
B.     Cara Kerja
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang 100 mg asam borat
3.      Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml, kemudian tambahkan aquadest 100 ml.
4.      Diambil sebanyak 25 ml dari larutan tersebut, dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 25 ml miyak kelapa.
5.      Dikocok selama beberapa menit campuran didalam corong pisah, diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain.
6.      Dibuka kembali tutu corong pisah, lalu dipisahkan air dan minyak dengan menampung didalam erlenmeyer.
7.      Ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes dalam erlenmeyer.
8.      Larutan dititrasi dengan titran larutan baku NaOH  0,1 N sampai terjadi perubahan warna  indikator dari bening menjadi perah muda.
9.      Dicatat volume titran yang digunakan.




















BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
A.    Hasil
1.      Tabel pengamatan
kelompok
Sampel
Volume titran
% kadar
Koefisien distribusi
1
Asam borat
2,1 ml
3,724 %
0,967
2
Asam benzoat
0,5 ml
3,948 %
0,84208
3
Asam borat
2 ml
3,118 %
0,96
4
Asam benzoat
0,5 ml
3,94 %
0,9606
5
Asam borat
1 ml
3,89 %
0,8441

2.      Perhitungan :
Kelompok 5
                                            = 15,59 % x 25 mg
                                            =  3,8975 mg
  = 0,8441
K < 1 (larut dalam air)

B.                 Pembahasan
            Koefisien partisi distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Faktor yang mempengaruhikoefisien distribusi adalah pelarut pertama dan pelarut yang kedua.
            Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi atau senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur dan molekul.
            Pada percobaan fenomena distribusi ini, pertama-tama disiapkan alat dan bahan, kemudian ditimbang 100 mg asam borat, lalu dimasukkan kedalam erlemeyer 100 ml larutkan dengan aquadest 100 ml. Dipipet sebanyak 25 ml dari larutan tersebut. Dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan 25 ml minyak kelapa. Tujuan digunkan corong pisah adalah untuk memudahkan dalam memisahkan dua fase cairan, dalam hal ini antara minyak dan air. Kemudian kocok dengan satu arah agar fase dalam corong pisah dapat tercampur secara sempurna apabila tidak searah maka fase dalam corong tidak terdistribusi secara sempurna dan akan kembali kefase awanya yaitu air dan minyak. Setelah dikocok diamkan selama 10-15 menit hingga kedua cairan memisah satu sama lain. Dibuka kembali tutup corong pisah, lalu dipisahkan air dan minyak dengan menampungnya dalam erlenmeyer. Ditambahkan 3 tetes feloftalein dalam erlenmeyer. Larutan dititrasi dengan larutan titran larutan baku NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indkator menjadi merah muda. Dicatat volume titran yang digunakan kemudian ulangi percobaan tersebut tetapi zat ujinya diganti dengan asam benzoat.
            Pada percobaan ini di peroleh hasil untuk penentuan volume titran asam borat pada kelompok 1 yaitu 2,1 ml, kelompok 3 yaitu 2 ml, kelompok 5 yaitu 1 ml. Untuk penentuan volume titran asam benzoat pada kelompok 2 yaitu 0,5 ml dan kelompok 4 yaitu 0,5 ml.
            Pada percobaan penentuan kadar asam borat kelompok 1 yaitu 3,724 %, kelompok 3 yaitu 3,118 %, kelompok 5 yaitu 3,89%. Untuk penentuan kadar asam benzoat pada kelompok 2 yaitu 3,948%, dan kelompok 4 yaitu 3,94%.
            Pada percobaan penentuan koefisien distribusi asam borat kelompok 1 yaitu 0,967; kelompok 3 yaitu 0,96; dan kelompok 5 yaitu 0,8441. Untuk penentuan koefisien distribusi asam benzoat pada kelompok 2 yaitu 0,84208; dan kelompok 4 yaitu 0,9606.
            Sehingga perbandingan rata-rata antara koefisien distribusi asam borat adalah 2,208 sedangkan rata-rata koefisien distribusi asam benzoat adalah 1,322.
            Dilihat dari rata-rata koefisien distribusi diatas asam borat memiliki koefisien yang lebih tinggi dibandingkan asam benzoat. Karena asam borat lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat selain itu pada titrasi asam borat lebih sedikit menggunakan titran dibandingkan asam benzoat.
            Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan dimana sampel yang digunakan yaitu asam borat mempunyai kecenderungan untuk menunju kesalah satu fase yaitu fase air. Dimana kita ketahui bersama bahwa air merupakan pelarut yang polar dan pelarut yang ideal untuk senyawa-senyawa tertentu ( kecuali yang tidak dapat larut dalam pelarut air tapi larut dalam pelarut organik lainnya).

           

BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
a.       Penentuan kadar asam borat untuk Kelompok 5 adalah 3,89%.
b.      Penentuan koefisien distribusi (dengan minyak) untuk kelompok 5 adalah 0,8441
c.       Rata-rata keseluruhan koefisien distribusi asam borat adalah 2,208 sedangkan rata-rata koefisien distribusi asam benzoate adalah 1,322.
            Saran
Sebaiknya fasilitas yang menunjang aktifitas dilaboratorium sehingga praktikum dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011.Buku penuntun praktikum farmasi fisika, universitas haluleo, kendari.

Ernest.1999.Dinamika obat. ITB.Bandung

Ditjen POM. 1979. Farmakope indonesia edisi ketiga.. Departemen kesehatan RI:Jakarta

Martin, A.1993.Farmasi fisika edisi III jilid 2. UI Press. Jakarta

Mirawati .2011. Penuntun praktikum farmasi fisika I. Universitas muslim indinesia: Makassar

Mirawati.2014.Penuntun praktikum farmasi fisika I. Universitas muslim indonesia:makassar

Svehla.G.1979.Vogel buku teks analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro edisi ke lima.PT.Kalman media pustaka:Jakarta.

Mary J. Mycek.2001.Farmakologi. Widya medika:Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar